13 Februari, 2008

Nelayan, Rubah, dan Beruang

(3)
16 Agustus 2002

SEORANG nelayan tengah asyik memilah-milah ikan hasil tangkapannya hari itu. Ia tak menyadari seekor Rubah tengah mengintainya disamping gubuk tua miliknya dengan lidah terjulur. Saat nelayan itu masuk ke gubuknya, Rubah berekor putih itu berkali-kali hendak menyambar ikan yang tengah dipilah-pilah. Ia ragu. Air liurnya jatuh menetes tak tertahankan. Begitu pula perutnya yang sudah melilit-lilit minta diisi. Rubah cokelat itu tetap tak beranjak dari persembunyiannya. Ia mencoba mengumpulkan segenap keberaniannya. Hingga untuk kesekian kalinya, saat nelayan itu masuk ke gubuk tanpa melihat kekiri-kanan lagi Rubah langsung melesat Hup! meraih satu keranjang kecil ikan. Ia langsung lari sekencang-kencangnya ke tengah hutan dekat sebuah danau. Nelayan tua tidak mengetahui ikannya diambil si Rubah.

Setelah merasa aman, Rubah membuka keranjang berisi ikan. Sesekali ia memperhatikan sekitarnya, khawatir ada binatang lain yang tengah mengintai dan meminta bagian. Benar saja, dari balik pepohonan muncul seekor Beruang. Lidahnya terjulur menandakan dirinya lapar dan tengah mencari makanan. Melihat Rubah yang tengah siap-siap melahap sekeranjang ikan, ia mencoba mendekatinya dengan maksud minta bagian.

"Wah, dapat ikan di mana?"

"Mancing di danau," jawab Rubah dengan perasaan takut ketahuan bohong.

"Danau? Kan airnya beku menjadi es?" tanya Beruang terheran-heran.

"Gampang. Aku lubangi es itu dengan kuku. Lalu setelah berlubang aku masukan ekorku, begitu terasa ada yang menggigit kuangkat. Mesti sabar. Nah sekarang ikannya sudah kudapat," papar Rubah.

"Oh, begitu ya! Sebelumnya aku enggak kepikiran kalau mancing ikan bisa pakai ekor. Wah, kayaknya ikan yang kudapat nanti bisa lebih besar dari punyamu ya karena ekorku lebih besar," tutur Beruang sambil ngeloyor pergi menuju danau.

Rubah merasa senang dan tenang, ia pun dengan tergesa-gesa melahap sekeranjang ikan tanpa sisa. Sementara itu, Beruang sudah menemukan tempat yang cocok untuk memancing ikan. Dengan sekuat tenaga, dalam sekali ayunan tangannya bisa langsung membobol lapisan es yang membeku di atas permukaan danau. Ia pun lalu duduk membelakangi lubang tersebut, seperti saran Rubah, dengan ekor dijulurkan ke dalam lubang. Sejam sudah ia duduk di atas lubang itu dan ia belum melihat tanda-tanda ada seekor ikan yang menggigit ekornya.

"Oh, aku mesti lebih sabar. Kan si Rubah juga bilang begitu," ujar Beruang pada dirinya sendiri sambil memasukan kembali ekornya ke dalam lubang.

Perutnya semakin melilit kelaparan, tapi ikan belum juga didapat. Beruang tetap mencoba bersabar, seperti saran Rubah, temannya. Sejam, dua jam, tiga jam, sehari penuh ia duduk di atas lubang hingga tak terasa tengah malam menjelang. Beruang terbangun dari kantuknya, ia merasa ekornya mulai ada yang menggigit. Ia yakin seekor ikan besar yang didapatnya. Lalu dengan sekuat tenaga ia pun menariknya, Bret! Ia sedikit menyeringai dan mengaduh kesakitan tapi tak dirasanya karena sudah tak tahan menahan lapar seharian. Di benaknya yang terbayang seekor ikan besar yang akan menjadi santapannya. Namun, betapa kaget dirinya saat melihat ekornya tidak ada. Buntung. Sejak saat itulah beruang tidak memiliki ekor yang panjang hingga sekarang.

Tidak ada komentar: