28 Februari, 2008

Issa Kumalasari, Bangkit dari Trauma Perkosaan

Senin, 25 Februari 2008 | 23:10 WIB

HARI
Minggu di bulan Agustus 2006 menjadi hari paling naas dalam hidup Issa Kumalasari (34). Sepulang dari sebuah mal di kawasan Jakarta Utara, ia menjadi korban kejahatan di dalam taksi. Harta benda yang dibawa berikut yang melekat di tubuhnya dipreteli satu persatu.

Tak cukup itu, pelaku pun mencabik-cabik kehormatannya sebagai perempuan. Ia menjadi korban perkosaan. Tak bisa dibayangkan seberapa hebat trauma yang disandang perempuan cantik ini. Lalu, bagaimana ia bisa keluar dari trauma yang menakutkan itu? Berikut obrolan penuh canda dengan pengajar TLT dan NLP di Institut Starfield ini di kantornya, Graha Cempaka Mas, Jakarta Pusat.

Mobil Mendadak Mogok

Hari Minggu itu, sekitar pukul 15.00, saya bersama Yani, seorang staf kantor, menukarkan uang untuk keperluan rencana perjalanan ke London, Inggris, di sebuah gerai money changer, di mal Kelapa Gading, Jakarta Utara. Tugas ini jarang saya lakukan. Entah mengapa hari itu saya ingin menemani Yani. Usai dari money changer, kami berdua pulang mengendarai mobil pribadi. Yani memegang kemudi, saya membawa berkas-berkas serta uang rupiah dan dolar hasil penukaran.

Baru beberapa ratus meter meninggalkan mal, tiba-tiba mobil yang kami kendarai mogok, tepatnya di perempatan bulevar Kelapa Gading. Kejadiannya sekitar pukul 16.00. Setelah mobil berhasil ditepikan ke pinggir jalan, kami berbagi tugas. Saya menggunakan taksi menjemput montir langganan, Yani menunggu mobil. Saat itu Yani sudah menawarkan dia yang akan menjemput montir menggunakan jasa ojek. Lagi-lagi, entah mengapa saya bersikeras ingin menjemput montir. Setelah sepakat akan tugas masing-masing, saya menanti taksi yang lewat. Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, detik-detik penderitaan pun dimulai.

Tiba-tiba saja melintas sebuah taksi berwarna biru berinisial P, warnanya mirip taksi Blue Bird, menghampiri saya. Tanpa pikir panjang, saya langsung naik dan duduk di jok belakang. Setelah di dalam taksi, saya minta sopirnya untuk berputar arah. Namun, sopir itu (saya sebut A) tak mau berbalik arah, malah menginjak gas kencang-kencang. Berbarengan dengan itu, muncul seorang pria (saya sebut B) dari jok depan sebelah kiri.

Saat itu pula pintu taksi terkunci secara otomatis tanpa bisa dibuka secara manual. B langsung memundurkan joknya ke belakang hingga menyentuh kaki saya. Secepat kilat dua bilah pisau menempel di leher dan perut saya. Meski masih berusaha tenang, sejujurnya karena takut saya sudah terkencing-kencing. Namun, saya terus berusaha menenangkan diri, dengan berdialog pada diri sendiri. Kata-katanya adalah kalau saya tenang, pasti orang tersebut akan melepaskan saya.

Dari jalan bulevar timur Kelapa Gading, taksi terus melaju ke arah Cempaka Putih menuju pintu masuk tol. Di perempatan Cempaka Mas, sebenarnya saya mempunyai kesempatan untuk minta bantuan. Kebetulan, saat lampu pengatur lalu lintas berwarna merah, melintas mobil patroli. Namun, karena kedua bilah pisau amat lekat di tubuh ini, saya urung teriak. Saya khawatir, bila itu saya lakukan, kedua pisau akan menghujam tubuh, sebelum saya sempat berteriak atau meronta.

A dan B lega atas keputusan saya. Mereka terus memacu mobilnya masuk ke jalan tol dalam kota. Saat sudah berada di jalan tol, sekitar pukul 18.00, B mulai memaksa saya menyerahkan semua uang dan benda-benda yang saya punyai. Mulai dari uang dolar sebanyak 10.000 dolar, uang rupiah sebanyak 800.000, PDA, sejumlah ATM, cincin, hingga kalung. Setelah puas menjarah semua harta benda, B mulai melakukan pelecehan.

Saya panik dan berteriak sejadi-jadinya. Saya berpikir daripada dia kurang ajar lebih baik saya mati. Sayang, teriakan saya tak ada gunanya karena tak seorang pengendara mobil lain yang mendengarkan teriakan saya. Selain kaca mobil gelap, pintunya benar-benar tak bisa dibuka. Rasanya mereka sudah mendesain khusus mobilnya untuk melakukan kejahatan.

Urung Disekap

Sekitar pukul 18.30, A mengarahkan mobil keluar pintu tol Meruya. Sejatinya, lewat dialog antara A dan B, mereka ingin menyekap saya di sebuah rumah. Beruntung, saat mobil masuk ke sebuah gang dekat rumah penyekapan, ada beberapa satpam yang sedang patroli. Mereka urung menyekap saya. Kemudian A melajukan taksinya masuk ke dalam tol lagi.

Di jalan tol mereka berdialog hendak menguras uang saya yang ada di ATM. Hebatnya, mereka tahu beberapa anjungan tunai mandiri yang memasang CCTV. Sekitar pukul 19.00, A mengarahkan taksinya keluar pintu tol bandara Soekarno Hatta. Berikutnya B mulai menguras uang saya yang berada di Bank Mandiri, BNI, Lippo, Amex, dan HSBC di ATM yang berada di lingkungan bandara. Sementara B sibuk menguras uang saya, A terus mengancam saya untuk tidak melarikan diri.

Saat itu, saya sedikit nyaman dengan A karena cara dia mengancam agak lebih sopan dibandingkan B. A tak sedikitpun menyentuh tubuh saya. A juga menjamin bahwa saya akan dilepaskan asal menuruti keinginannya. Saya sempat menggedor-gedor pintu mobil, apa daya tak seorang pun datang menolong, sepertinya hari itu dunia menjadi bisu. Setelah B puas menguras sejumlah uang yang berada di berbagai ATM, A mengemudikan mobilnya masuk lagi ke dalam tol. Saat inilah saya mengalami kekerasan fisik dan psikis. Rupanya B marah karena tak bisa menggunakan ATM sebuah bank untuk mengambil uang saya. Karena kesalahan instruksi, B gagal mengambil uang. Ia mengira saya yang menyembunyikan kode akses ATM tersebut.

Tak puas atas jawaban saya, B mulai menjambak rambut dan membenturkan kepala saya ke kaca mobil. Dan B mulai menyetubuhi saya. Saat itulah dunia terasa gelap. Lengkap sudah penderitaan saya secara fisik maupun psikis. Untuk beberapa saat saya terdiam membisu. Namun, saya kembali sadar bahwa saya orang pilihan Tuhan untuk bisa menerima cobaan ini. Setelah kejadian perkosaan itu, saya terus menyebut nama ibu, ayah, dan Dimas, seraya berkata meminta maaf atas dosa yang pernah saya perbuat.

Setelah A dan B berdiskusi, mereka memacu mobil keluar pintu tol Meruya. Tujuannya untuk menguras uang saya yang masih tersisa di Bank Lippo dan BRI. Setelah puas mengambil uang, lagi-lagi A melajukan taksinya masuk ke dalam tol. Di dalam tol, sambil menjambak rambut, B bertanya status jabatan saya, tempat tinggal, teman, dan kepemilikan mobil saya yang mogok. Karena saya menjawab tidak sesuai keinginan, tangan B berulang kali melayang ke pipi kanan kiri. Tak terhitung benturan kepala saya di kaca mobil. Dalam penderitaan itu, saya terus melantunkan doa.

Anehnya, setiap selesai berdoa, ada saja kejadian yang mengagetkan mereka, seperti rem mendadak, dan kemudian B terjatuh atau terdengar klakson dari kendaraan lain, hingga B kaget. Duh, Tuhan! Tak puas memperlakukan saya seperti binatang, lagi-lagi B memperkosa saya. Kejadian ini membuat saya pingsan beberapa saat. Sesaat Issa terdiam. Tangannya terasa dingin dan berkeringat. GHS pun ikut diam mencoba menyelami perasaan Issa. Setelah beberapa saat menenangkan diri, ia mulai melanjutkan ceritanya.

Terjadi Mukjizat

Saat pingsan, rupanya saya masih mendengar samar-samar kalau B mempunyai niat membuang saya ke jalan di dekat RS. St. Carolus. Sejurus kemudian B berniat membunuh saya. Sebilah pisau dihujamkan ke perut kanan a. Apa yang terjadi? Puji Tuhan, mukjizat pun terjadi. Ketika pisau menusuk di perut, saya tak mengalami perdarahan sedikit pun. B merasa kesal. Ia mengira saya mempunyai ilmu kebal tubuh. Saya pun melakukan perlawanan saat B mulai menjambak dan akan membenturkan kepala. Saya seolah mempunyai kekuatan ganda. Saya berontak, memukul B sekuat tenaga.

“Tendangan Naruto” mampir ke pipi B. Untuk sesaat suasana menjadi sunyi karena kami saling pukul. Selanjutnya, di tengah jalan, B memaksa A untuk bergantian mengemudikan mobil. Dalam dialog mereka, B meminta A untuk memerkosa saya. Namun, A bersikeras menolak. Nah, di situlah mereka terus berbeda pendapat. Meski demikian, A coba melakukan pelecehan di tubuh saya. Entah mengapa A selalu tak mampu melakukannya. Feeling saya benar, penjahat satu ini masih mempunyai moral yang baik. B kesal pada A karena tak mau melakukan kejahatan seperti dirinya.

Lalu, B memacu kendaraan keluar pintu tol Jatinegara. Kira-kira sudah pukul 22.30. Sesampai di bawah kolong tol Jatinegara, A sepakat dengan B untuk melakukan pemerkosaan di semak-semak. Saat dalam perjalanan ke semak-semak, saya mengancam A, kalau dia memperkosa saya, saya pilih membunuh dia daripada diperkosa lagi. Puji Tuhan, bukannya memperkosa, A malah memberi uang Rp 50.000 dan meminta saya untuk lari menjauhi taksi. Pesannya lagi, jangan sampai ketahuan B. Katanya, kalau sampai ketahuan, A juga akan mati.

Saat itulah, saya berlari tanpa menoleh lagi ke belakang. Kira-kira pukul 23.30, saya sampai di apartemen saya di Kelapa Gading. Saya lari seperti terbang. Sepertinya ada kekuatan yang membawa saya lebih cepat sampai di apartemen. Saat itu saya tak sepenuhnya sadar mengapa bisa sampai kembali di apartemen. Terakhir, yang saya ingat adalah diberi uang Rp 50.0000 dan tiba-tiba sudah tiba di apartemen. Sesampai di pintu gerbang apartemen, saya merasa hancur lebur dan berteriak-teriak seperti orang gila.

Satpam yang biasa menyapa, saya ancam. Saya bilang, “Kalau bapak mendekat saya bunuh!” Sontak satpam bingung melihat tingkah saya. Sampai di kamar apartemen, sudah ada Yani. Dalam kegalauan hati, saya ceritakan peristiwa yang baru terjadi. Saat itu yang ada di benak saya adalah ingin kembali ke Jatinegara membawa pisau dan memperkosa penjahat itu. Yani malah stres dan salah tingkah sendiri. Ia berlari ke sana ke mari.

Sejurus kemudian, saya duduk di meja lalu menelepon bapak, ibu, dan anak yang berada di Solo. Lewat telepon saya terus-menerus minta maaf. Adik yang tinggal di Jakarta, datang menghibur. Saya menelepon sahabat yang tinggal tak jauh dari apartemen. Saya minta tolong dibawa ke rumah sakit. Sambil menunggu teman, saya minta tolong Yani untuk membuang baju dan segala yang masih melekat di tubuh saya. Saya masuk ke kamar, tidak mau diganggu.

Mempraktikkan Time Line

Selagi menunggu teman, saya ingat kata-kata Dr. Tad James di kelas pelajaran TLT. Ia bilang, “Its Ok kalau kamu mendapatkan masalah besar. Masalahnya, seberapa lama kamu bisa tinggal dalam masalah itu.” Setelah ingat itu, saya melakukan TLT di kamar. Saya mengambang naik ke atas melewati anak tangga, kemudian kembali turun, begitu seterusnya.

Kunci dari TLT adalah kita percaya kecelakaan adalah sebuah keputusan kita sendiri secara tidak kita sadari. Pada akhirnya saya mengetahui kapan saya memutuskan untuk diperkosa. Dalam teori TLT semua itu adalah sebuah keputusan. Tiga tahun lalu saya marah terhadap suami saat proses perceraian. Saat itu saya marah pada laki-laki. Saya mau memukul setiap laki-laki. Pokoknya saya marah.

Nah, konsep ini diterima pikiran bawah sadar (PBS) saya. Bentuknya dalam pemerkosaan. Intinya saya bisa memukul. Akhirnya saya memang memutuskan untuk melakukan itu. Memukul laki-laki, yang secara kebetulan terjadi di dalam taksi. Akhirnya teman saya datang. Ia membawa saya ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading dan diterima dokter laki-laki.

Karuan saya teriak minta diganti dokter perempuan. Hasil visum membuat saya kaget. Kata dokter hasilnya bersih, tidak ada tanda-tanda perkosaan. Saya marah, dan mencaci maki dokternya. Saya merasa benar-benar mengalami hal pahit, tetapi dokter menyatakan tidak ada tanda-tanda pemerkosaan. Kemudian dia bilang ada tanda sedikit, tetapi belum ada sesuatu yang masuk ke dalam liang vagina. Saya terus memaki-maki dokter.

Akhirnya saya sadar, setelah menjalani TLT, segala macam sakit bisa hilang. Dirasa telah tenang, sekitar pukul 02.00 saya dibawa pulang teman ke apartemen. Sekitar pukul 03.00, adik mengajak melaporkan kejadian tadi ke polisi. Saya menolak karena sudah berusaha menambal emosi negatif dengan TLT. Keesokan harinya, pukul 08.00, saya bangun dari tidur. Saya sempat stres, lalu saya minta jadwal acara hari Senin pada Yani.

Yani menutupi jadwal saya hari itu. Namun, karena didesak, ia mau juga mengatakan saya ada jadwal presentasi di PT Bercha. Saya mengajak teman yang semalam mengantar ke rumah sakit untuk presentasi. Bukan main kagetnya dia karena saya begitu cepat melupakan kejadian semalam.

Masuk ke kantor PT Bercha, saya sempat kaget karena yang menyambut saya laki-laki. Sekejap saya menahan emosi, napas mulai tersengal-sengal. Beruntung teman saya menenangkan perasaan yang sedang bergejolak ini. Sejurus kemudian, saya minta izin ke toilet. Di dalam toilet saya melakukan TLT selama lima menit. Napas berangsur normal, sehingga saya bisa presentasi. Herannya, saya melakukan dengan santai seperti tidak pernah mengalami suatu peristiwa berat. Setelah selesai, saya kembali ke apartemen. Di sana saya histeris lagi. Untungnya setiap kali histeris saya kembali sadar untuk melakukan TLT.

Masa-Masa Pemulihan

Bila malam tiba, lingkungan apartemen sepi. Lagi-lagi saya mulai ketakutan. Saya teringat, penjahat itu pasti mengetahui alamat saya. Mereka membawa kartu nama dan KTP saya. Untungnya, setiap kali ketakutan, saya segera melakukan TLT. Gangguan itu terus berlangsung selama tiga hari. Kala melihat mobil, saya membayangkan penjahat itu ada di belakang joknya. Kalau lewat bulevar Kelapa Gading, saya pasti histeris.

Hari ketiga, saya mulai menelepon sahabat yang juga seorang terapis. Tentu saja saya minta bantuannya. Kebetulan saat itu saya sedang menjalin hubungan dengan seseorang di Amerika Serikat. Lalu, saya ceritakan kejadian beberapa hari lalu itu. Mendengar itu, pacar malah minta diterapi juga.

November 2006, saya berangkat ke Australia untuk memperbarui TLT. Saat itu memori saya tentang kejadian itu sudah mulai hilang, padahal baru berselang tiga bulan. Sebelum tiga bulan itu, saya sangat paranoid terhadap taksi. Kalau ada teman naik taksi, saya selalu mencatat nomor taksinya lalu mengirim nomor itu lewat SMS ke teman-teman. Teman-teman tentu bingung. Saat pelajaran di Australia, saya berkesempatan melakukan sharing. Mendengar cerita saya, teman-teman di kelas itu pun menangis.

Selanjutnya saya minta dihilangkan sindrom taksi. Dr. Tad James bertanya, ”Apa yang terjadi bila saya bertemu kedua penjahat itu?” Sambil bercanda, saya katakan akan memperkosa balik mereka. Selanjutnya saya bilang bahwa kejadian itu adalah pengalaman yang berharga bagi saya. Saya adalah orang pilihan Tuhan untuk boleh mengalami semua peristiwa menyakitkan itu.

Tuhan yakin saya mampu mengatasi persoalan itu. Maukah kamu menjadi pilihan Tuhan? Kunci keberhasilan dalam mengatasi setiap persoalan adalah maukah kita memaafkan diri sendiri. Bila kita mampu memaafkan diri sendiri, otomatis mampu memaafkan orang lain. Saya berpesan, berhati-hatilah terhadap keinginan. Dan hati-hatilah menggunakan jasa taksi.

Ada baiknya menggunakan telepon untuk memesan jasa taksi yang dapat dipercaya daripada menunggu di pinggir jalan.

Menemukan Time Line

Time line adalah sebuah katalog untuk melakukan pengkodean kembali pikiran bawah sadar (PBS), yang biasanya terjadi secara tidak sadar pula. Time Line Therapy (TLT) dikembangkan Dr. Tad James pada tahun 1985 di Amerika Serikat, merupakan integrasi teknik Neuro Linguistic Programming (NLP) dan Ericsonian Hypnosis. “TLT adalah teknik yang dapat menghilangkan emosi negatif, keputusan yang membatasi, dan penetapan tujuan yang lebih baik atas sesuatu. Teknik ini juga mengizinkan kita mendapatkan apa yang kita inginkan,” katanya.

Teknik ini diyakini sangat ampuh, cepat, mudah, dan menyenangkan untuk menghilangkan emosi negatif yang tidak diinginkan, seperti reaksi marah berlebihan, sikap temperamental, apatis, trauma, fobia. TLT juga bisa digunakan untuk mempercepat proses penyembuhan. Issa yang juga pengajar TLT dan NLP, menyebutkan diri kita adalah sebuah koleksi memori yang terekam.

Semua itu selanjutnya memengaruhi segala tindak tanduk kita. “Coba bayangkan sejenak, siapa yang menjalankan tugas mengedipkan mata, memacu denyut jantung, memproses makanan di dalam perut? Ada banyak hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh kita sebelumnya. Itu semua pikiran bawah sadar kita yang selalu menggerakkannya,” ujarnya.

“Sekarang coba pikirkan, kita bangun di pagi hari yang segar, sinar matahari yang hangat menyelinap masuk ke kamar tidur. Coba ingat siapakah nama kita? Yang jelas, pada saat bangun, kita tahu persis bahwa kita adalah kita. Bisa dibayangkan kalau PBS kita tidak mengelola memori. Mungkin kita akan lupa nama kita masing-masing setiap bangun pagi. Apa jadinya?” katanya.

Bagaimana kita mendatangkan time line? Berikut metode Dr. Tad James yang diajarkan kepada Issa:

1. Ingatlah sesuatu hal yang telah terjadi bulan lalu, setahun, atau 2-10 tahun lalu. Contohnya, kapan kita membayar tagihan telepon bulan lalu?
2. Pada saat kita mengingatnya, dapatkah kita menyadari bahwa memori itu datang atau berasal dari dan menuju ke arah mana? Kita mungkin akan merasa itu masa lalu yang datang dari sebelah kiri dan masa depan menuju ke kanan. ”Saya percaya semua masa lalu saya datang dan berasal dari belakang kepala saya dan masa depan menuju ke depan kepala saya.” Namun, hal ini sangat individual dan beragam.
3. Ulangi langkah 1 dan 2, untuk 1 bulan ke depan, 5 tahun ke depan, atau 10 tahun ke depan.
4. Sekarang gambarkan, di manakah masa lalu dan masa depan? Bila dihubungkan, keduanya dapat membentuk sebuah garis yang tidak selalu garis lurus karena bisa kurva, spiral, dll) Bila kita belum menemukannya, ulangi langkah 1-4. Yang penting, bangunlah hubungan dengan PBS. Tanyakan PBS kita masing-masing.

Author : Hendra Priantono

Source : Gaya Hidup Sehat
sumber: kompas.com

Tidak ada komentar: