13 Februari, 2008

Layang-layang Putus

(11)
23 Januari 2003

PAGI itu Sugiantoro tengah asyik membuat layang-layang. Ia sudah semakin tak sabar ketika teman-temannya datang menghampiri dan mengajaknya untuk bersegera ke tanah lapang. Sesekali Sugiantoro berdiri dan melihat ke luar pagar. Hatinya semakin gusar saja, karena teman sepermainannya mulai memenuhi tanah lapang yang tak jauh dari rumahnya. Ia sendiri belum menyelesaikan layang-layang yang sudah dibikinnya sejak usai beduk subuh. Bu Minah yang memperhatikan tingkah laku anak semata wayangnya sedari tadi, hanya bisa mengelus dada. Ia merasa kasihan kepada anaknya itu karena tidak memiliki uang untuk membeli layang-layang. Hingga akhirnya, terpaksa harus membuat layang-layang sendiri. "Enggak usah sedih bu, aku kan juga bisa bikin layang-layang sendiri. Lagian, layang-layang bikinanku kan lebih bagus ketimbang yang teman-teman beli di warung," ujar Sugiantoro kepada ibunya.
Mendengar penuturan tersebut, hati Bu Minah malah semakin iba dan teriris. Hingga tak kuasa menahan air mata yang menetes di pipinya. Sambil memeluk, Bu Minah berkali-kali mengatakan agar anaknya tetap bersabar. "Sabar anakku, mudah-mudahan siang nanti kue-kue bikinan ibu laku di pasar. Jadi, kamu bisa beli layang-layang di warung seperti teman-teman kamu," ujarnya sambil terisak dan mendekap erat kepala Sugiantoro di dadanya.
Di sekolahnya, Sugiantoro dikenal sebagai anak yang cukup pintar. Bahkan untuk beberapa mata pelajaran seperti keterampilan, ia mendapatkan nilai lebih baik ketimbang teman-temannya di kelas. Rapornya tidak pernah ada angka merah. Untuk pelajaran keterampilan, ia memperoleh nilai delapan sedangkan yang lainnya ada yang sembilan dan tujuh. Selain pintar, Sugiantoro memang cukup disukai teman-temannya karena suka menolong teman yang lagi kesusahan. Apalagi bila temannya itu kebetulan memang senasib dengannya, anak yatim.
Akhirnya, Sugiantoro dapat menyelesaikan layang-layang bikinannya. Kali ini, layangan yang dibikinnya berbentuk burung garuda. Menurutnya, agar lawan-lawannya takut bila beradu dengan layangan miliknya. Ia pun membereskan perlengkapan untuk membuat layangannya. Lalu mengambil golongan benang dan gelasan, merapikannya sejenak kemudian pergi ke tanah lapang bergabung dengan teman-temannya yang lain.
Sugiantoro dapat mengalahkan teman-temannya. Layangan garuda miliknya dengan gagahnya tetap mengangkasa di udara. Beberapa teman yang sudah dikalahkannya duduk berjejer di belakang Sugiantoro. Hingga suatu ketika muncul layang-layang berbentuk kapal terbang dan berukuran lebih besar mendekati layangan miliknya. "Ayo, gi! Jangan takut!" teriak teman-temannya memberi semangat Sugiantoro.
Sayang, belum habis menarik benang, layangan kapal itu menyabet benang layangan Sugiantoro hingga putus. Layang-layang garuda itu pun putus dan melayang-layang di udara dikejar oleh serombongan anak-anak sebaya Sugiantoro. Mereka berebutan. Ada yang menggunakan galah panjang, tongkat, dan ada pula yang cuma meloncat-loncat berusaha menggapai ujung benang dari layangan milik Sugiantoro.
Teman-teman Sugiantoro hanya bisa menghela napas panjang. Sebaliknya, Sugiantoro hanya tersenyum. "Enggak apa-apa, sudah banyak yang aku kalahkan. Besok kita sambung lagi. Layang-layang boleh putus, tapi semangat tak boleh putus," kata Sugiantoro tenang yang disambut kernyitan dahi teman-temannya.

Tidak ada komentar: