13 Februari, 2008

Menjadi Bintang di Langit

(6)
25 Oktober 2002

DAHULU kala, hiduplah seorang anak kecil yang cerdas, cakap, dan suka menolong sesama, Kejora namanya. Sejak lama ia hidup sebatang kara. Meski begitu, ia ditemani seorang peri yang baik hati. Setiap malam, peri bernama Muty itu menemani Kejora hingga anak sebatang kara tersebut terlelap tidur. Namun setiap malam pula, Kejora bertanya tentang segala hal sampai keinginannya untuk menjadi bintang di langit. "Ibu Peri, bolehkah kejora minta sesuatu sebelum bobo. Langit di atas sana sangat indah sekali. Andaikan aku bisa hidup di sana menjadi bintang, bolehkah?" ujar Kejora penuh harap.
Sambil tersenyum, peri Muty mengatakan, apa yang menjadi keinginannya itu akan terwujud asal Kejora bisa memenuhi tiga syarat. Pertama, ia harus menjadi bintang kelas. Kedua, ia harus mau menolong orang yang lagi kesusahan. Ketiga, Kejora tidak boleh sombong.
Hari berganti hari, Kejora selalu mengingat syarat-syarat yang dikemukakan peri Muty. Oleh karena itu, tak kenal waktu Kejora ke mana pun pergi selalu berusaha untuk belajar lebih giat. Ia rajin belajar bersama teman-teman sebayanya. Ia tak sungkan-sungkan menolong temannya mengerjakan PR. Suatu kali Juwita, teman kelas barunya yang belum lama pindah dari kota lain meminta tolong kepadanya. Kejora memberikan semua catatan kepada Juwita. Gadis kecil itu pun senang, karena dengan begitu pelajarannya tidak jauh tertinggal dengan teman-teman lainnya. Hingga tiba pada hari kenaikan kelas, Kejora menjadi bintang kelas di sekolahnya. Kejora ingat akan tiga syarat yang dikemukakan peri. Kemana pun ia pergi ia selalu mengingatnya. Kejora selalu menolong temannya yang kesusahan tanpa pamrih. Selalu bersikap rendah hati. Siapa saja ia tolong, seperti seorang peminta-minta yang datang tiba-tiba ke rumahnya. Dengan senang hati, Kejora memberinya makanan dan sejumlah uang dari tabungannya. Begitulah. Hingga suatu hari, ia merasakan ada hal yang kurang. Peri Muty tidak datang seperti biasa menemani dirinya. Kejora gelisah, jangan-jangan peri yang baik hati itu tak mau menemaninya lagi. Jangan-jangan peri kesayangannya itu marah kepadanya. "Apa salahku wahai peri yang baik hati. Datanglah, temani aku. Aku tak mau sendirian di sini. Peri huk, huk!" tutur Kejora sambil menangis tersedu-sedu.
Malam semakin larut, peri Muty tak kunjung tiba. Sementara Kejora masih terlihat sesenggukan di atas tempat tidur hingga tanpa terasa ia pun tertidur. Kejora bermimpi. Dalam mimpinya ia pergi ke tanah lapang yang tak jauh dari rumahnya. Di sana, peri Muty sudah menunggunya untuk membawa dirinya ke langit. "Oh, peri Muty jangan tinggalkan aku!" ujar Kejora setengah berteriak dan terbangun dari tidurnya.
Setelah berpikir sejenak, akhirnya Kejora pun mengikuti petunjuk yang ada dalam mimpinya. Ia pergi ke tanah lapang. Betapa kaget dirinya, Juwita dan ada di sana. Setahu bagaimana Juwita berubah menjadi peri Muty. Begitu pula dengan peminta-minta yang pernah ditolongnya berubah menjadi peri lain, teman dari peri Muty. Di tanah lapang itu hadir ratusan peri yang menyambut kedatangan Kejora. "Nah, Kejora apa yang menjadi keinginanmu dulu sekaranglah saatnya. Kamu telah lulus dala m ujian dan sanggup menghadapi rintangan sendirian. Mari, sekarang mendekatlah," tutur peri Muty.
Bahagia bercampur haru, Kejora mendekat kepada peri Muty yang disambut meriah peri-peri lainnya. Perlahan tubuhnya melayang di udara meninggalkan bumi. Terbang, terbang, dan terbang hingga menjadi satu titik di langit yang luas. Ia menjadi sebuah bintang yang kini kita sebut Bintang Kejora.

Tidak ada komentar: