04 Maret, 2008

'LARI DARI BLORA', Harmoni Tanpa Kekangan Hukum

PEMAIN: W.S Rendra, Ardina Rasti, Annika Kuyper, Soultan Saladin, Nizar Zulmi, Tina Astari, Iswar Kelana, Brata Sentosa, Andreano Phillip, Oktav Kriwil

Setelah setahun tertahan edar, film LARI DARI BLORA akhirnya nampang juga di bioskop. Film ini diangkat dari naskah skenario yang memenangkan lomba penulisan skenario film cerita program film kompetitif Budpar 2005.

Film perdana IBAR Pictures sekaligus film perdana bagi sutradara Akhlis Suryapati ini menyoroti kebudayaan masyarakat Samin. Dikemas dalam sinematografi yang apik diharapkan film ini memberi apresiasi tentang sebuah film Indonesia, tentang budaya Indonesia yang diambil dari sudut pandang sineas Indonesia dengan daya tutur dan bahasa gambar komunikatif.

Bercerita tentang seorang gadis Amerika mewakili LSM asing, bernama Cintya (Annika Kuyper), seorang gadis Amerika Serikat (AS) yang sedang patah hati dan "melarikan diri" ke wilayah antara Pati-Blora (Jawa Tengah), melakukan penelitian terhadap kebudayaan masyarakat Samin.

Pada saat ia masuk ke desa, Bongkeng (Andreano Phillip) dan Sudrun (Oktav Kriwil), dua pelarian Penjara Blora menyusup ke desa untuk bersembunyi dari kejaran aparat. Si Mbah (W.S Rendra), yang mengetahui keberadaan kedua buronan, tidak melapor ke polisi, tetapi ia menasehati mereka untuk menjadi orang baik.

Di sini Akhlis mencoba menggambarkan sifat orang Samin yang tertutup, tetapi sekaligus juga ingin mengubah orang jahat menjadi baik. Namun, di dalam film, lolosnya kedua narapidana justru menimbulkan isu negatif bahwa Desa Samin adalah sarang penyamun.

Pada cerita lain, Ramadian (Iswar Kelana) tampil sebagai guru. Ia berusaha mengubah cara pikir orang Samin yang hanya mementingkan sekolah kehidupan, budi pekerti dan kerja halal, tanpa perlu sekolah formal sehingga semuanya buta huruf.

Namun usahanya ditentang oleh Pak Lurah yang punya prinsip, dengan tetap menjadikan masyarakat Samin sebagai Cagar Budaya maka desa tersebut memiliki ciri khas, mengundang para peneliti, LSM, mahasiswa, dan sebagainya, yang berarti adalah mengundang dana bantuan. Pelestarian terhadap budaya dan komunitas Samin juga berarti menghargai semangat multikultural yang menjadi ciri kebudayaan Indonesia.

Kedatangan Cintya membuat si guru muda semakin bersemangat melaksanakan niat menyekolahkan anak-anak Samin. Kedekatannya dengan gadis bule itu memancing kecemburuan kekasihnya, Hasanah (Ardina Rasti), putri pak camat.

Hubungan segitiga Ramadian, Cintya, dan Hasanah inilah yang diangkat Akhlis untuk menekankan unsur drama romantis dalam debutnya sebagai sutradara film layar lebar. Akhlis juga mengungkapkan adanya keinginan liar dalam pribadi anak muda Samin dalam mengikuti pergaulan modern.

Dalam komunitas Samin, pernikahan terjadi ketika seorang pemuda jatuh hati kepada seorang gadis dan meminta izin dari orang tua si gadis untuk menikahinya. Dekat dengan istilah umum, jodoh di tangan orang tua.

Tetapi, Akhlis menyisipkan kisah asmara Heru (Fadly) dan Wati (Tina Astari) yang bergaya modern, termasuk melakukan hubungan seks pra-nikah. Sang sutradara menyebut itu semua siasat komersialisasi Lari Dari Blora, tidak membiarkannya menjadi sebuah produk film dokumenter.

Samin adalah komunitas yang mendiami sejumlah kawasan di daerah antara Kabupaten Pati dan Blora, Jawa Tengah. Pada masa silam, mereka hidup dengan budaya eksklusif dan cenderung menghindari orang luar.

Belakangan, ajarannya berkembang menjadi gerakan batin yang menentang segala formalitas, termasuk lembaga sekolah dan pernikahan, pembayaran pajak, administrasi negara, dan sejumlah hal lainnya di masyarakat yang lebih lumrah.

Orang Samin lebih mengutamakan keharmonisan hidup dan keselarasan dengan alam. Mereka tidak penah menikah melalui Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil, tetapi jarang sekali terjadi perceraian dalam rumah tangga yang telah mereka bangun.

Komunitas ini juga tidak memeluk agama tertentu, bahkan bisa dikatakan tidak kenal Tuhan layaknya konsep kebanyakan orang. (ant/kpl/lin)

sumber: kapanlagi.com

Tidak ada komentar: