09 November, 2008

Puas… Puas… Puas!

KALIMAT atau jargon yang menjadi judul diatas adalah nukilan yang kerap digunakan sang fenomena Tukul Arwana kala membawakan acara empat mata di Trans 7 ketika masih ada (sejak kasus yang menghadirkan bintang tamu Sumanto dan seorang pemakan daging mentah, tayangan itu distop sementara untuk waktu yang belum pasti).

Jargon puas..puas..puas! begitulah Tukul melemparkan joke sekaligus menghempaskan dirinya sebagai objek penderita yang secara tak langsung membuat si lawan bicara atau penonton puas mendengarnya. Dan dengan serta merta lawan bicara ataupun penonton yang menerima lemparan joke itu pun mengiringinya dengan gelak tawa.

“Saya tampar kamu dengan bibir ini!” ujar Tukul yang meledek bibirnya sendiri yang kerap menjadi sasaran ledekan ataupun joke suatu kali kepada Pepi yang menjadi co host di acara itu.

Lalu, Tukul pun menambahkan sambil melirik selain kepada Pepi juga ke arah penonton yang sudah tergelak mendengar guyonan yang biasa ia lakukan kepada temannya itu.

“Puas…puas…puas!”

Tulisan ini bukan bermaksud meledek apalagi melempar joke ‘dalam’ seperti halnya Tukul. Namun hal ini berkaitan erat dengan peristiwa yang membuat hati, mata, dan pikiran kita tercekat saat eksekusi akan dan sudah digelar terhadap tiga terpidana mati Bom Bali I, Amrozy, Ali Ghufron, dan Imam Samudera.

Bila kita merenung sesaat. Betapa mencekam, mendebarkan, mengharubiru, dan beragam perasaan lainnya yang berkecamuk saat menanti eksekusi tiga terpidana mati, Amrozy, Ali Ghufron, dan Imam Samudera. Apa yang harus diungkapkan, ikut berbelasungkawa atau harus ikut merasa puas seperti halnya para korban selamat dari peristiwa tragis 12 Oktober 2002 lalu di Bali itu? Ketika peristiwa tersebut terjadi menewaskan 202 orang dan mencederai 209 lainnya yang sebagian warga negara asing.

Bagi keluarga yang ditinggalkan betapa berat, sedih serta duka yang mendalam ditinggal seseorang yang mereka cintai. Begitupun halnya dengan para simpatisan ketiganya yang tidak bisa menerima begitu saja eksekusi dilakukan terhadap pejuang sekaligus ‘pahlawan’ bagi mereka.

Disisi lain, orang-orang yang menjadi korban dan masih selamat merasa terpuaskan. Pasalnya, orang yang telah merenggut kebahagiaan mereka telah dihukum setimpal atas perbuatannya. Tepatnya, Minggu (9/11) dinihari sekitar pukul 00.15 WIB di Lembah Nirbaya, LP Nusakambangan oleh tiga regu tembak. Namun entah juga bila kita menelisik lebih dalam ke sanubari masing-masing dari mereka. Apakah hati kecil yang terdalam dari para korban itu merasakan hal yang sama dengan perasaan dari keluarga ketiga terpidana mati saat ini atau tidak?

Ini hanya pemikiran ‘nakal’ dari penulis semata. Tidak bermaksud apa-apa, hanya sekadar menulis apa yang ada dalam benak begitu saja saat menilik peristiwa fenomenal eksekusi tiga terpidana mati ini akhirnya terlaksana juga. Yang jelas begitu peluru itu menembus jantung ketiganya, serempak setelah Allahu Akbar! diteriakan. Mereka membuka matanya lalu seketika itu pula berteriak,”puas..puas…puas!” ***

Tidak ada komentar: