07 November, 2008

Obama, Amrozi, dan Soegandi

NUN jauh di sana di sudut kota Chicago di kampung halaman Barrack Hussein Obama sang presiden Amerika Serikat terpilih, ratusan ribu orang berkumpul di Grant Park. Tak sedikit yang menangis yang ketika itu terharu di hadapan presiden idola mereka saat presiden ke-44 AS itu berpidato. Mereka terpaku menyaksikan seakan mendapatkan sesuatu yang luar biasa di luar dugaan. Itu tidak saja terjadi di kampung halaman orang yang kini menjadi orang nomor satu di Amerika saja. Tapi, mungkin di belahan dunia lainnya termasuk di Indonesia, tempat dimana presiden muda berusia 47 tahun ini pernah menikmati masa kecilnya. Lidah sebagian orang terasa kelu, tak bisa mengungkapkan sepatah kata pun.

Amerika Serikat tengah berpesta dan terhenyak atas sesuatu yang diimpikan, tetapi sempat diyakini tidak akan pernah terjadi, yaitu kemenangan Obama. Warga Amerika yang memilih Obama mengaku suami dari Michelle serta ayah dari dua putri, Malia dan Sasha adalah orang yang istimewa. Bukan karena dia kulit hitam. Tapi, dimata mereka Obama mengagumkan, bersahaja, dan sopan.

Nun jauh di dua tempat yang berbeda di Indonesia. Dalam suasana yang jauh dari ingar-bingar, ajang pesta, serta jalanan melaju dengan klakson-klakson layaknya seperti di berbagai sudut Amerika saat ini. Sama terharunya. Hanya ditambah dengan suasana mencekam yang menyelimuti Desa Tenggulun, Lamongan Jawa Timur dan Kampung Lopang Gede, Serang Provinsi Banten. Tepatnya, perasaan itu tengah menyelimuti keluarga dari tiga terpidana mati Bom Bali I 2002, Amrozi, Ali Ghufron, dan Imam Samudera. Betapa tidak, hingga tulisan ini dibuat (Jumat 6/11) eksekusi belum juga dilaksanakan. Malah beritanya semakin hari terkesan simpang siur yang membuat harap-harap cemas dari keluarga maupun pihak-pihak yang bersimpati kepada ketiganya. Meski dari berita terbaru di televisi hingga detik-detik terakhir kematian ketiganya, bahwa eksekusi benar-benar akan dilaksanakan Sabtu (7/11) dinihari. Itupun masih sumir. Hanya saja hadirnya, tiga peti jenazah dan helikopter di LP Batu, Nusakambangan, Cilacap seolah memberi kepastian kalau eksekusi akan benar-benar dilaksanakan pada Sabtu (7/11) dinihari tersebut.

Suasana haru pun terasa nun jauh di sudut kamar di sebuah rumah sederhana di Kampung Panday, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat, seorang pria berusia 74 tahun tengah terbaring sakit. Soegandi, nama pria yang juga pensiunan guru itu adalah bapak dari penulis. Tangan kanannya terpasang tali infus. Tubuhnya sudah renta, tak bisa berjalan sendiri ke kamar mandi sehingga harus mengenakan alat bantu, kateter di kelaminnya untuk sekadar buang air kecil. Untuk buang hajat, ia hanya tinggal mengejan saja di tempat tidur itu sejak sekitar satu bulan ini.

Diwaktu bersamaan, di seluruh dunia, orang tengah merasa terharu dengan beragam makna dan rasa yang menyelimuti hati masing-masing. Obama, Amrozi, dan Soegandi hanya tiga kisah kecil dari perasaan haru itu. Adakah yang terharu membaca tulisan ini?***

Tidak ada komentar: