17 September, 2008

Ketika Film Itu Belum Diproduksi

KETIKA Film Ayat-Ayat Cinta (AAC) mulai disukai orang hingga membuat tidak saja Presiden SBY beserta istrinya saja yang tertarik untuk menyaksikannya di bioskop. Tapi, juga mantan presiden BJ Habibie yang diam-diam sudah ‘mencuri’ start menyaksikannya terlebih dahulu ketimbang SBY. Bisa jadi, SBY merasa ‘kecolongan’ telah didahului oleh pendahulunya itu.

Untuk urusan dulu-duluan ini, rupanya merambah juga ke layar kaca. Setiap stasiun televisi berlomba-lomba membuat AAC versi televisi. Selain bertema religi, ya ada dakwah-dakwahannya sedikit. Ada cinta-cintaannya sedikit. Ada pegang-pegangannya sedikit. Ada peluk-pelukannya sedikit. Ada cium-ciumannya sedikit. Biaya produksi sedikit juga karena dibikinnya cuma di dalam negeri tok. Begitu pula honor pemainnya sedikit karena alih-alih temanya religi. Jadi, dimohon keridloannya dari para pemain untuk tidak menaikan tarif. Bahkan karena alasan ibadah juga, eh honornya sedikit dipotong untuk disalurkan ke panti-panti asuhan atau panti-panti lainnya. Sebagai penghibur hati, syuting itu pun akhirnya dianggap sebagai ibadah juga. Biar enggak ngedumel dibelakang hari.

Artisnya sih manut-manut aja. Entah ngerti atau malah enggak ngerti. Wallahu’alam bishawab! Bisa jadi dalam pikiran si artis cuma ada pikiran, “ah yang penting sinetronnya tayang tiap hari dan wajah gue nongol terus jadi bisa cepat dikenal orang”.

Kelatahan bangsa kita untuk mengekor sesuatu yang telah berhasil dan memang sudah membudaya ini, tidak sampai hanya dari harapan termotivasi agar bisa berhasil seperti ekor yang kita ikuti. Tapi, sampai kepada tema, karakter, tokoh, hingga judul yang memang sengaja dimirip-miripkan. Mungkin agar masyarakat sepintas bisa ‘tertipu’ dengan judul yang agak mirip atau dimirip-miripkan itu.

Kalau Film Ayat-Ayat Cinta versi televisinya judulnya tak akan jauh-jauh dari kata Ayat atau Cinta. Tapi, mungkin para pelaku sinetron lebih sreg pakai cinta saja ketimbang ayat. Lebih komersil! Dan tinggal digabung dengan satu kata atau dua kata yang berbau Islami. Kalaupun judulnya tidak mirip ya karakter tokoh atau tema cerita secara keseluruhannya yang mirip. Sebut saja Assalamu’alaikum Cinta, Aqso dan Madina, Tasbih Cinta, Keajaiban Cinta, Menuju Rumah Cintamu, Menuju Surgamu, dan masih banyak lagi sinetron-sinetron yang kurang lebih mengekor cerita dari AAC.

Gawatnya lagi, kelatahan mengekor ini seolah tak pernah ada ujungnya ataupun berhenti. Biasanya di kita itu ada tradisi bila film pertama sukses, terus tak jarang diembel-embeli sekuel berikutnya. Ya seperti zaman-zamannya Warkop DKI atau era Kadir-Doyok ataunya lagi seperti Film Catatan Si Boy yang berentet hingga 4 seri.

Benar saja! Menyusul kesuksesan AAC, berikutnya sudah siap film Ketika Cinta Bertasbih dengan setting yang sama. Terutama diangkat dari novel dari penulis yang sama dengan AAC, Habiburahman El-Shirazy. Lalu apa masalahnya? Film itu belum dibikin, itu masalahnya. Ketika film itu belum diproduksi, kehebohan sudah terjadi dimana-mana sampai audisi di 9 kota segala untuk mencari pemeran utamanya. Yang jadi pertanyaan selanjutnya, apa nanti filmnya itu sehebat AAC yang sanggup menarik perhatian para pejabat negara? Wallahu’alam bishawab. ***

Tidak ada komentar: